Kamis, 21 Februari 2013

Are you ready to move on?

"Tawuran antara dua SMA ,satu orang tewas".

Itu merupakan headline dari salah satu media eletronik beberapa bulan yang lalu.

Ketika saya pertama kali mendengarnya, saya sangat shock. Bagaimana mungkin seorang anak SMA ,yang berpendidikan dan memiliki kondisi finansial yang cukup, bisa tega menghabisi nyawa anak SMA lainnya. It didnt make sense for me. Saya berSekolah disekolah homogen wanita yang kehidupannya diisi dengan jadwal ekskul dan gaul yang padat. Paling kalau mau nyinyir dengan sekolah homogen wanita lainnya ,yang didekat kantor pos itu, yah nyinyir sebatas di bibir aja.

Saya sempat ngobrol dengan teman saya yang merupakan alumni dari SMA tersebut. Saya mengemukakan kebingungan saya mengapa hal tersebut dapat terjadi. Dari penjelasan teman saya, pelaku yang membunuh adalah siswa kelas X yang merupakan korban dari orang-orang yang tidak move on. Lho kok dia yang ngebunuh tapi dia yang korban?.

Sebelum kalian semua emosi sama saya, biar saya jelaskan dulu dia itu korban dari siapa.
Teman saya menjelaskan bahwa di SMA dia itu ada satu warung dimana para alumni dan siswa sma tersebut sering berkumpul. Di warung tersebut biasanya mereka berbagi cerita dan pengalaman. Pengalaman yang diceritakan pun macam-macam, termasuk pengalaman tawuwan. Obrolan cerita santai pun sering berakhir dengan tidak santai, diaman ujung-ujungnya adalah para senior manas-manasin junior nya untuk tawuran. Lho  kok alumni nya senggang banget masih suka main ke warung itu? emangnya mereka pada gak kuliah atau ada kerjaan lain lagi gitu?.

 Kalau berdasarkan analisa teman saya, para alumni tersebut mungkin seharusnya sudah memiliki kehidupan lain daripada ketika sma i.e kuliah atau bekerja. Namun, mereka entah tidak ingin atau tidak berani untuk melanjutkan kehidupan mereka ke fase lain hidup mereka atau istilah anak jaman sekarang "move on" ke tahap selanjutnya dalam hidup mereka.  Mereka tidak berani untuk memulai segalanya kembali dari nol dan kembali menjadi "kasta" terbawah dalam sebuah organisasi. Mereka lebih senang hidup dalam fase sma mereka, dimana mereka bisa hidup dalam kenangan sebagai seorang senior di sma, yang berkuasa, dituakan, dianggap hebat dan dikagumi oleh para junior. Padahal (mungkin) orang tersebut, pada fase kehidupan dia yang seharusnya, bukanlah siapa-siapa dan bahkan mungkin dianggap tidak bisa apa-apa oleh lingkungan barunya.


Menurut saya, adalah hal yang wajar apabila kita baru berpindah fase, kita memerlukan waktu lebih untuk beradapatasi. Adalah hal yang wajar pula, apabila kita menjadi cungpret (kacung kampret) dan dianggap sebagai orang yang tidak bisa apa-apa, atau bahkan tidak dianggap sama sekali. Hal itu seharusnya menjadi sebuah hal yang mendorong kita untuk membangun diri agar dapat memberikan performa terbaik supaya lingkungan baru kita menyadari keberadaan kita, bukan malah memutuskan untuk tidak move on dan setia hidup di fase lama (dalam hal ini kenangan masa sma) kita yang nyaman.


Memang ada orang yang mengatakan bahwa "kenangan akan terus hidup apabila kita terus mengenangnya". Tapi ya kita mesti ingat juga bahwa "Hidup kita akan berhenti apabila kita terus hidup lama kenangan". Selain itu,  orang yang tidak bisa move on  itu cenderung labil dan tidak tau maunya apa. Bahkan bisa menjadi racun dalam sebuah lingkungan yang seharusnya sudah ditinggalkan. Dalam hal ini, contohnya adalah para alumni suka nongkrong di warung ketika dia sma dan memanas-manasi para junior labil untuk tawuran.

So , please behave according to your life phase, and move when you have to move.

Then, the question is are you ready to move on?

Cheers,


Raisa


Welkommen 2022 ❤❤

Hi there! its been a while since my last post here and finally it's gonna be my first post this year. How's life treating you so far...